Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) memerlukan pembangunan tiga pilar utama, sebagai penopang. Ketiga pilar tersebut adalah Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipasi.
Pilar kesatu: transparansi. Transparansi berarti keterbukaan pemerintah dan organ-organ di dalamnya kepada publik, sehingga masyarakat mengetahui arus kerja pemerintah.
Menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintahan, dan informasi yang ada di dalamnya perlu untuk dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Pilar kedua: akuntabilitas. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban seseorang atas hasil dari tugas dan kewajibannya. Mengutip tulisan staf Ditjen Depkominfo Teguh Afiriyadi yang menulis: Sirajudin H Saleh dan Aslam Iqbal berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal seseorang. Dari sisi internal, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban seseorang kepada Tuhan-nya. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah akuntabilitas seseorang kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat.
Lebih jauh, Deklarasi Tokyo mengenai Petunjuk Akuntabilitas Publik menetapkan pengertian akuntabilitas sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program. Menurut Afiriyadi, ini berarti bahwa akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk mengimlementasikan standard-standard tersebut.
Pilar ketiga: partisipasi. Yang dimaksud partisipasi di sini adalah partisipasi publik, yang dimaknai sebagai keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan kebijakan-kebijakan pemerintah. Partisipasi publik menjadi aspek krusial agar pemerintah tidak semena-mena dalam merencanakan dan melaksanakan program-program kerjanya. Di sisi lain, hal ini juga demi menjaga keseimbangan kekuasaan pemerintah supaya tidak menjelma tiran.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana mengelola good governance (GG)? Pengelolaan GG membutuhkan perspektif yang menyeluruh, meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, kultur, dan administrasi.
Dari sisi politik (political governance), GG mensyaratkan adanya proses perumusan kebijakan yang menyerap sebanyak mungkin aspirasi publik.
Lalu, aspek ekonomis (economic governance) berkaitan dengan proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi kegiatan ekonomi dan menjamin adanya persaingan yang sehat di antara pelaku ekonomi.
Kemudian, secara sosial (social governance) meliputi perumusan kebijakan yang memperhatikan setiap lapis struktur masyarakat, juga budaya yang bertumbuh dalam masyarakat (culture governance).
Sementara itu, aspek administrasi (administrative governance) berkaitan dengan sistem implementasi kebijakan yang menyediakan pelayanan terbaik pada masyarakat.
Walaupun demikian, sebagai penutup, harus diakui bahwa sejumlah teori di atas belum tentu secara langsung akan bisa membawa pemerintah kepada pencapaian mutlak Tata Kelola Pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab, dan bebas korupsi. Satu hal yang paling penting tentu saja keinginan kuat pemegang kekuasaan untuk menerapkan GG di pemerintah.
Rabu, 16 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Apa pentingnya tiga pilar GCG ini dan bagaimana hubungan antar ketiganya?
BalasHapus